Selasa, 22 Januari 2008

Apa itu ULOS batak

Tentang ULOS

ULOS adalah kain tenun yang berasal dari tanah batak, berbentuk selendang, yang melambangkan ikatan kasih sayang antara orang tua dan anak-anaknya atau antara seseorang dan orang lain, seperti yang tercantum dalam filsafat batak yang berbunyi: “Ijuk pangihot ni hodong.” Ulos pangihot ni holong, yang artinya ijuk pengikat pelepah pada batangnya dan ulos pengikat kasih sayang diantara sesama.

Pada mulanya fungsi Ulos adalah untuk menghangatkan badan, tetapi kini Ulos memiliki fungsi simbolik untuk hal-hal lain dalam segala aspek kehidupan orang Batak. Ulos tidak dapat dipisahkan dari kehidupan orang Batak. Setiap ulos mempunyai arti sendiri-sendiri, artinya mempunyai sifat, keadaan, fungsi, dan hubungan dengan hal atau benda tertentu.
Dikalangan orang batak sering terdengar ‘mangulosi’ yang artinya memberi Ulos, atau menghangatkan dengan ulos. Dalam kepercayaan orang-orang Batak, jika (tondi) pun perlu diulos, sehingga kaum lelaki yang berjiwa keras mempunyai sifat-sifat kejantanan dan kepahlawanan, dan orang perempuan mempunyai sifat-sifat ketahanan untuk melawan guna-guna dan kemandulan.

Dalam hal mengulosi, ada aturan yang harus dipatuhi, antara lain orang hanya boleh mengulosi mereka yang menurut kerabatan berada dibawahnya, misalnya orang tua boleh mengulosi anak, tetapi anak tidak boleh mengulosi orang tua. Jadi dalam prinsip kekerabatan Batak yang disebut ‘Dalihan Na tolu’, yang terdiri atas unsur-unsur hula-hula boru, dan dongan sabutuha, seorang boru sama sekali tidak dibenarkan mangulosi hula-hulanya. Ulos yang diberikan dalam mangulosi tidak boleh sebarangan, baik dalam macam maupun cara membuatnya.
Sebagai satu contoh, ulos ragidup yang akan diberikan kepada Boru yang akan melahirkan anak sulungnya haruslah yang memenuhi syarat-syarat tertentu, yakni ulos yang disebut ‘ulos sinagok’. Untuk mangulosi pembesar atau tamu kehormatan, ‘Ulos ragidup silingo’, yaitu ulos yang diberikan kepada mereka yang dapat memberikan perlindungan (mangalinggomi) kepada orang lain. Berdasarkan arti,fungsi dan maknanya, dikenal bebera macam ulos:

1. Ulos ragidup
yang tertinggi derajatnya, sangat sulit pembuatannya. Ulos ini terdiri atas tiga bagian, yaitu dua sisi yang ditenun sekaligus, dan satu bagian tengah yang ditenum tersendiri dengan sangat rumit. Bagian tengahnya terdiri atas tiga bagian, yaitu bagian tengah atau badan, dan dua bagian lainnya sebagai ujung tempat figura lelaki (pinarhalak hana) dan ujung tempat figura perempuan (pinarhlak boru-boru). Setiap figura diberi beraneka ragam lukisan, antara lain ‘antiganting sigumang’, batuhi ansimun, dsb.
Warna, lukisan, serta corak (ragi) memberi kesan seolah-olah ulos benar-benar hidup, sehingga orang menyebutnya ‘ragidup’, yaitu lambang kehidupan. Setiap rumah tangga Batak mempunyai ulos ragidup. Selain lambang kehidupan, ulos ini juga lambang doa restu untuk kebahagian dalam kehidupan, terutama dalam hal keturunan, yakni banyak anak (gabe) bagi setiap keluarga dan panjang umur (saur sarimatua). Dalam upacara adat perkawinan, ulos ragidup diberikan oleh orang tua pengantin perempuan kepada ibu pengantin lelaki sebagai ‘ulos pargomgom’ yang maknanya agar besannya ini atas izin Tuhan tetap dapat melalui bersama sang menantu anak dari sipemberi ulos tadi.

2. Ulos ragihotang
juga termasuk berderajat tinggi, namun cara pembuatannya tidak serumit ulos ragidup. Hotang berarti rotan, dan makna ulos ini mempunyai keistimewaan yang dapat diikuti dari keempat umpasannya. Ulos ini digunakan untuk mengulosi seseorang yang dianggap ‘pintar’ dengan harapan agar Tuhan akan memberikan hasil yang baik, dan orang yang rajin berkerja. Dalam upacara kematian, ulos ini dipaki untuk membungkus jenazah, sedangkan kepada upacara pengkuburan kedua kalinya, untuk membungkus tulang-belulangnya. Ulos sibolang juga digolongkan sebagai ulos berdarjat tinggi, sekalipun cara pembuatannya lebih sederhana.

3. Ulos sibolang
semula disebut sibolang sebab diberikan kepada orang yang berjasa untuk ‘mabulangbulangi’ (menghormati) orang tua penggantin perempuan untuk mengulosi ayah pengantin lelaki sebagai ‘ulos pansaniot’. Dalam suatu pesta perkahwinan, dulu ada kebiasaan memberikan ‘ulos siholang si toluntuho’ oleh orang tua pengantin perempuan kepada menantunya sebagai ulos bela (ulos menantu). Pada ulos si toluntuho ini raginya tampak jelas mengambarkan tiga buah tuho (bahagian) yang merupakan lambang Dalihan Na Tolu.
Mengulosi menantu lelaki dimaksudkan agar ia selalu berhati-hati dengan teman-teman semarga, dan faham siapa yang harus dihormati; memberi hormat kepada semua kerabat pihak isteri; dan lemah lembut terhadap keluarganya. Selain itu, ulos ini diberikan kepada seorang wanita yang ditinggal mati suaminya sebagai tanda menghormati jasanya selama menjadi isteri almarhum. Pemberian ulos tersebut biasanya dilakukan pada waktu upacara mangapuli, dan dengan demikian juga dijadikan tanda bagi wanita tersebut bahawa ia telah menjadi seorang janda. Ulos-ulos lain yang digunakan dalam upacara adat, antara lain, ‘ulos meratur’ dengan motif garis-garis yang mengambarkan burung atau banyak bintang tersusun teratur.
Biasanya ulos ini digunakan sebagai ‘ulos parompa’ dengan harapan agar setelah anak pertama lahir akan menyusul kelahiran anak-anak lain sebanyak burung atau bintang yang terlukis dalam ulos tersebut. Jenis lain adalah ‘ragi botik, ragi angkola, sirata, silimatuho, holean, sinar labu-labu, dsb.
Dari besar kecil biaya pembuatannya, ulos dapat dibedakan dalam tiga golongan:

- Ulos nametmet, yang ukuran panjang dan lebarnya jauh lebih kecil, tidak digunakan dalam upacara adat, melainkan untuk dipakai sehari-hari. Yang termasuk dalam golongan ini antara lain ulos sirampat, ragi huting, namarpisaran, dan sebagainya.

- Ulos nabalga; adalah ulos kelas tinggi atau tertinggi. Jenis ulos ini pada umumnya digunakan dalam upacara adat sebagai pakaian resmi atau sebagai ulos yang diserahkan atau diterima. Yang termasuk didalam golongan ini ialah: sibolang, runjat jobit, ragidup atau ragi hidup, dsb. Cara memakai ulos bermacam-macam tergantung pada situasinya.
Ada orang memaki ulos dibahunya (dihadang atau sampe-sampe) seperti pemakaian selendang berkebaya; ada yang memakainya sebagai kain sarung (diabithon), ada yang melilitkannya dikepala (dililithon) dan ada pula yang mengikatnya secara ketat dipinggang. Arti dan fungsi kain selendang tenun khas Batak ini sejak dulu hingga sekarang tidak mengalami perubahan, kecuali bebera variasi yang disesuaikan dengan kodisi sosial budaya. Ulos kini tidak hanya berfungsi sebagai lambang penghangat dan kasih sayang, melainkan juga sebagai lambang kedudukan lambang komunikasi, dan lambang solidaritas.

Sumber : Berbagai sumber

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan Berikan Comment Anda disini..